Sabtu, 05 November 2011

Hujan, Kopi, dan Dia #part 5

Sepanjang perjalanan dari rumah ke kantor, saya masih memikirkan mimpi semalam. Betapa tidak, semuanya terasa nyata. Apa memang tadi malam dia datang menjenguk saya? Ataukah saya yang terlalu merindukan dia? Mungkinkah dia yang merindukan saya? Ah, beribu tanya ini tak dapat terjawab dengan pasti.
Saya memarkirkan mobil di Parking Area kantor saya. Saya berjalan dengan langkah gontai. Tidak seperti saya yang biasanya, selalu bersemangat untuk bekerja. Entah ini efek mimpi semalam atau badan saya yang mulai terasa tidak fit karena tidur yang kurang efektif. Sesampainya di ruangan saya langsung membuat kopi. Ya, hanya kopi yang dapat membuat saya melek. Saya memilih menyeduh GoodDay Carrebian Nut untuk mengawali pagi ini. Saya anggap ini sebagai perwujudan kopi dalam mimpi tadi malam. Dan untuk memenuhi kerinduan saya pada dia, saya akan pergi ke tempat itu setelah jam kerja saya selesai.
Jarum jam menunjukkan pukul 15.00. Waktunya saya untuk pergi ke tempat itu. Saya bergegas men­ghampiri Soluna hitam kesayangan saya. Menstarternya, lalu keluar dari halaman kantor dan menuju toko bunga Pak Purwo di Jalan Ahmad Jazuli.
Satu hand Bouquet mawar putih sudah di tangan. Saatnya meluncur ke Jogja bagian selatan.
Akhirnya saya tiba di tempat ini. Tempat peristirahatan terakhirnya. Selamanya. Ya, Tempat Pemakaman Umum di daerah Imogiri. Saya berjalan menuju batu nisan yang terukirkan namanya, DIARKA PUTRA HASTANTO. Melihat namanya, memori saya melayang pada kejadian satu tahun silam, dua minggu sebelum pernikahan kami digelar. Andai saja waktu itu dia tidak pergi karena kecelakaan, mungkin sampai detik ini kami masih bersama mengukir cerita. Tapi, ini takdir Tuhan. Saya tidak bisa menggugatnya walau bagaimanapun juga. Saya duduk di samping batu nisannya, meletakkan buket mawar putih di atasnya. Membacakan beberapa ayat untuk mendoakannya, tanpa tangis. Ya, tidak boleh menangis di hadapannya. Karena dia, Mas Arka akan selalu ada, dalam setiap rerintik hujan dan secangkir kopi yang selalu setia menemani saya.
“Semoga Mas Arka suka mawar putihnya. Aku nggak tau mau bicara apa lagi, semoga tenang di sana. Aku akan selalu mendoakanmu. I do love you, forever.”
Hanya kata-kata itu yang mampu saya ucapkan padanya. Kemudian rerintik hujan bulan Desember pun kembali turun. Saya beranjak meninggalkan dia. Lalu kembali ke mobil dan pulang ke rumah untuk menikmati secangkir kopi, bersama hujan dan tanpa dia.

#Yogyakarta, 5 November 2011, 18.35
malam idul adha di kamar kost =)


2 komentar:

puteri hujan mengatakan...

perfecto....
...
...
sedihnya, :'(

mutiaramutiara mengatakan...

iya aku juga ngetiknya sambil berkaca-kaca *__*