Selasa, 13 Desember 2011

life

beli makan di angkringan, duduk di sebelah bapak tua pengayuh becak.. rasanya nggak karuan, pengen nangis jadinya.. mungkin ini alasan Tuhan mengapa saya di kirim ke Jogja, untuk belajar menyadari arti kesederhanaan dari kehidupan orang-orang Jogja yg notabene-nya nggak neko-neko, membuka mata melihat dunia dengan berbagai sudut pandang, memaknai hidup, dan sedikit demi sedikit menyadari bahwa bukan hanya diri kita yg hidup berteman dengan kesusahan..

Sabtu, 05 November 2011

Hujan, Kopi, dan Dia #part 5

Sepanjang perjalanan dari rumah ke kantor, saya masih memikirkan mimpi semalam. Betapa tidak, semuanya terasa nyata. Apa memang tadi malam dia datang menjenguk saya? Ataukah saya yang terlalu merindukan dia? Mungkinkah dia yang merindukan saya? Ah, beribu tanya ini tak dapat terjawab dengan pasti.
Saya memarkirkan mobil di Parking Area kantor saya. Saya berjalan dengan langkah gontai. Tidak seperti saya yang biasanya, selalu bersemangat untuk bekerja. Entah ini efek mimpi semalam atau badan saya yang mulai terasa tidak fit karena tidur yang kurang efektif. Sesampainya di ruangan saya langsung membuat kopi. Ya, hanya kopi yang dapat membuat saya melek. Saya memilih menyeduh GoodDay Carrebian Nut untuk mengawali pagi ini. Saya anggap ini sebagai perwujudan kopi dalam mimpi tadi malam. Dan untuk memenuhi kerinduan saya pada dia, saya akan pergi ke tempat itu setelah jam kerja saya selesai.
Jarum jam menunjukkan pukul 15.00. Waktunya saya untuk pergi ke tempat itu. Saya bergegas men­ghampiri Soluna hitam kesayangan saya. Menstarternya, lalu keluar dari halaman kantor dan menuju toko bunga Pak Purwo di Jalan Ahmad Jazuli.
Satu hand Bouquet mawar putih sudah di tangan. Saatnya meluncur ke Jogja bagian selatan.
Akhirnya saya tiba di tempat ini. Tempat peristirahatan terakhirnya. Selamanya. Ya, Tempat Pemakaman Umum di daerah Imogiri. Saya berjalan menuju batu nisan yang terukirkan namanya, DIARKA PUTRA HASTANTO. Melihat namanya, memori saya melayang pada kejadian satu tahun silam, dua minggu sebelum pernikahan kami digelar. Andai saja waktu itu dia tidak pergi karena kecelakaan, mungkin sampai detik ini kami masih bersama mengukir cerita. Tapi, ini takdir Tuhan. Saya tidak bisa menggugatnya walau bagaimanapun juga. Saya duduk di samping batu nisannya, meletakkan buket mawar putih di atasnya. Membacakan beberapa ayat untuk mendoakannya, tanpa tangis. Ya, tidak boleh menangis di hadapannya. Karena dia, Mas Arka akan selalu ada, dalam setiap rerintik hujan dan secangkir kopi yang selalu setia menemani saya.
“Semoga Mas Arka suka mawar putihnya. Aku nggak tau mau bicara apa lagi, semoga tenang di sana. Aku akan selalu mendoakanmu. I do love you, forever.”
Hanya kata-kata itu yang mampu saya ucapkan padanya. Kemudian rerintik hujan bulan Desember pun kembali turun. Saya beranjak meninggalkan dia. Lalu kembali ke mobil dan pulang ke rumah untuk menikmati secangkir kopi, bersama hujan dan tanpa dia.

#Yogyakarta, 5 November 2011, 18.35
malam idul adha di kamar kost =)


Hujan, Kopi, dan Dia #part 4

Suara alarm di handphone membangunkan saya. Saya masih enggan untuk membuka mata, masih ingin berada dalam pelukannya. Tapi, tunggu… posisi saya masih seperti semalam, duduk di depan laptop di meja kerja saya. Saya beranjak dari kursi, melihat-lihat ruang tengah. Tak ada bekas cangkir teh dan kopi, lalu saya membuka pintu dan berjalan menuju garasi. Saya hanya menemukan Honda Beat putih dan Soluna hitam milik saya. Lalu, dia?
Yes, semua yang terjadi tadi malam hanya mimpi. Just dream. 

#Yogyakarta, 5 november 2011, 14.45

Hujan, Kopi, dan Dia #part 3

Pukul 22.45, pekerjaan take home saya baru saja selesai. It’s time to take a rest. Saya letakkan kacamata minus saya di samping laptop yang masih menyala. Pekerjaan sudah selesai. Namun saya belum mau men-shut down-nya, seakan enggan untuk berpaling dari layarnya, memandangi desktop background-nya. Senangnya melihat dia tersenyum manis seperti itu. Rasanya hati saya damai jika melihat senyumannya. Sedamai ketika sang rerintik hujan turun membasahi bumi. Saya menghela nafas, bukan karena lega, tapi karena sudah tidak mampu lagi untuk menangis. Sungguh perasaan yang sulit untuk diungkapkan.
Jarum jam di dinding kamar saya terus berdetik, menunjukkan pukul 22.55. Dan saya, masih betah memandangi wajah itu walaupun dengan terkantuk-kantuk.
Terdengar suara gemuruh di luar rumah. Oh, rerintik rindu datang malam ini. Sang hujan seperti telah menyatu dengan hati saya. Di kala saya merindukan dia, sang hujan dengan setia menemani. Begitupun dengan secangkir kopi. Hujan, kopi, dan dia memang pelengkap hidup saya. Tapi, kali ini dia tak ada.
Tak lama terdengar suara bel. Saya terhenyak, was-was. Siapa yang datang bertamu dalam hujan tengah malam begini. Sempat terusik untuk membuka pintu, namun saya urungkan niat itu demi keselamatan diri saya. Tamu itu masih memencet bel, mungkin dia berharap saya membukakan pintu untuknya. Saya meloncat ke tempat tidur dan menenggelamkan diri di balik selimut. Takut. Semakin saya takut, semakin sering pula tamu itu memencet bel. Dengan segenap keberanian, saya mengintip keluar lewat jendela kamar. Saya menemukan sesosok lelaki berjaket dengan mobil Blazer hitamnya di depan pagar rumah saya. Di bawah hujan. Wait, sepertinya saya familiar dengan mobilnya. God, itu dia. Saya terkejut. Sangat-sangat terkejut. Bagaimana tidak, dia datang malam ini bersama rerintik rindu.
Saya segera mengambil payung, bergegas membuka pintu kemudian membuka pagar. Ketika saya berada dihadapannya, dia tersenyum hangat. Menembus ke dasar hati. Dengan segera dia memasukkan mobil ke dalam garasi. Saya belum mampu berkata-kata, dan hanya bisa membawanya masuk ke dalam rumah.
Saya menyodorkan handuk padanya, lalu membuatkan teh panas untuk menghangatkan tubuhnya. Masih belum berkata-kata. Ya, speechless dengan kedatangannya yang sangat mendadak. Saya terdiam di ruang tengah, di sofa, di depan televisi. Setelah dia berganti pakaian, dia duduk di samping saya. Lalu menggenggam tangan saya. Jemarinya dingin, dingin sekali. Saya pikir itu wajar, karena tadi dia berdiri di bawah rerintik hujan lumayan lama. Dia menatap mata saya, saya menghindar.
“Kenapa?” dia bertanya dengan nada khawatir.
Saya masih enggan untuk berbicara. Entah mengapa hati ini merasa sangat kacau, setahun yang lalu dia meninggalkan saya secara tiba-tiba, malam ini juga dia datang secara tiba-tiba. Ketika saya sudah cukup kuat untuk terbiasa hidup tanpa dia, mengapa dia datang? Ini sama saja membuat saya kembali rapuh. Saya sadar bahwa saya sangat merindukan dia. Tapi apakah ini lelucon kehidupan? Yang dapat seenaknya pergi, lalu datang kembali? Permainan macam apa ini, Tuhan? Air mata saya tak dapat lagi dibendung. Saya terisak di hadapan dia. Dia meraih bahu saya, mendekap saya dalam pelukannya.
“Menangislah jika itu membuatmu merasa lega.”, hanya itu yang dia katakan.
Setelah isak saya berkurang dia melepaskan pelukannya, lalu beranjak menuju dapur. Saya terdiam, tak bergeming. Terdengar suara air yang dituangkan ke dalam gelas dan wangi kopi pun menandakan bahwa dia sedang membuatkan kopi, mungkin untuk saya. Ya, untuk siapa lagi selain saya, coffe holic. Kemudian dia menyodorkan secangkir GoodDay Carrebian Nut itu pada saya. Saya meminumnya dengan perasaan tak menentu, lalu saya simpan di meja. Dan dia kembali memeluk saya, erat. Sangat nyaman, lalu saya terlelap.



#Yogyakarta, 5 November 2011, 14.19
Dan hujan belum datang hari ini =)

Jumat, 04 November 2011

Hujan, Kopi, dan Dia #part 2

Malam ini hujan menahan saya di Ambarukmo Plaza. Setelah bertemu klien saya berniat untuk segera pulang, karena menjadi pendengar bagi klien saja cukup menguras energi saya. Namun sekali lagi saya tegaskan, hujan menahan saya untuk tetap di Ambarukmo Plaza atau Amplaz. Starbucks Coffee, yang ada dalam pikiran saya saat itu. Yap, tanpa diperintahkan lagi kaki saya berjalan menghampiri eskalator untuk menuju Ground Floor Amplaz. Oke, it's time to enjoy this rainy night with coffee. Sambil menunggu hujan reda. Sendiri. Upss, berdua dengan kopi, tanpa dia.
Lagi-lagi, saya harus mengingat dia. Walaupun dia tidak suka kopi, dia sering menemani saya ngopi disini, di Starbucks Coffee. Sementara saya sibuk menikmati kopi, biasanya dia sudah siap meneguk sebotol air mineral dan sepotong roti coklat yang dia beli dari BreadTalk yang tak jauh dari Starbucks Coffe. Hmm.. Berbeda dengan malam ini. Tapi untunglah tempat duduk favorit saya di pojok timur dekat jendela kosong, jadi saya bisa duduk di sana, berdua dengan kopi, tanpa dia.
Secangkir cappuccino menemani saya malam ini. Saya memandang keluar jendela, so beautiful rainy. Ah, ini sama saja seperti mengingat dia. Dalam setiap rintik hujan, secangkir kopi, keduanya membuat pikiran saya melayang menghampiri kenangan-kenangan saat saya bersama dia. Tapi tidak untuk malam ini, begitupun dengan malam-malam berikutnya. Ya, hanya ada saya, hujan dan kopi, tanpa dia.
Saya mengeluarkan ipod, memakai earphone, lalu memutar playlist yang berisi lagu-lagu mellow seperti I Miss U-nya Ten 2 Five dan beberapa lagu sendu lainnya. Oh, ya.. Saya teringat akan buku yang baru saya beli tiga hari yang lalu. Masih tersimpan rapi di dalam tas biru dongker ini. Saya keluarkan lalu saya buka plastik pembungkusnya. Mencintaimu Pagi, Siang, Malam. Kumpulan puisi karya Andrei Aksana. Perlahan-lahan saya buka, lalu saya temukan puisi pertamanya yang sangat 'nyess' banget buat saya.
Kamu lebur hujan dan badai
ke dalam kata - kata
Aku basah kuyup.
Tak jera menggigil karena merindukanmu
Oh God, ternyata saya rasa saya memang sedang menggigil di sini di bawah hujan karena merindukan dia. Ya, amat sangat merindukannya. Tubuh saya memang tidak menggigil, namun saya sadar hati saya yang sedang menggigil kedinginan. Tanpa dia. Seperti pecandu heroin yang sedang sakau. Saya jadi teringat akan kata-kata favorit saya dalam film Twilight, ketika Edward Cullen mengatakan "Yes, You are exactly my brand of heroin." pada Bella Swan. Ternyata begini tokh rasanya kecanduan, tepatnya kecanduan rindu. Orang bilang rindu itu indah, tapi nyatanya, menyesakkan. Ya, karena dia tidak di sini, tak di samping saya. Hanya ada saya, hujan, dan kopi. Lagi-lagi, tanpa dia.
Kemudian, pada lembar-lembar selanjutnya saya temukan kalimat yang  menurut saya 'gue banget', "Hujan selalu mengingatkanku padamu. Cinta tanpa amarah."
Great, malam ini terasa komplit, dengan puisi tentang hujan, secangkir cappuccino, serta hujan dan tanpa dia.  
Jam tangan menunjukkan pukul 20.20, masih dengan rerintik hujan, kopi dan.. okay, tanpa dia. Menghela nafas.

#Yogyakarta, 4 November 2011, 19.10
malam setelah sisa hujan menggenang di jalanan =)

Hujan, Kopi dan Dia #part 1

 Hari ini hujan. Entah kenapa saya suka sekali dengan hujan. Hawa-hawa kesejukkan terasa mengalir dalam pembuluh darah. Dan saya, sangat menikmatinya. 
Hujan.. Setiap ingat hujan saya mengingatnya. Ya, Dia.. 
Saya menyeruput nescafe creme hangat yang baru saya buat, lumayan untuk meredakan kerinduan yang amat sangat kepadanya. Padahal dia benci kopi.
Pernah suatu saat dia mengatakan pada saya, jika saya masih mengonsumsi kopi, dia akan membakar semua pabrik kopi di Indonesia. Sungguh tindakan yang mustahil untuk dilakukan. Dan saya hanya tertawa. Sementara dia, melirik sebal pada saya.  Dan biasanya saya membela diri dengan joke: ini coffee cream kok, atau ini cappuccino kok, bukan kopi hitam. Dan dia hanya bisa mencubit pipi saya dengan gemas.
Saya berdiri di pinggir jendela, menyibakkan tirai, melihat rintik-rintik yang dengan derasnya membasahi rerumputan di halaman rumah. Ya, tempat favorit kami ketika hujan datang adalah halaman rumah. Layaknya bocah yang kegirangan bermain di bawah rerintik hujan, saya dan dia pun begitu. Kami sangat menyukai hujan. Biasanya setelah puas bermain dengan rerintik hujan, saya membuatkannya teh hangat. Sementara saya, kopi. Seperti biasa, dia akan mengeluarkan sejuta pandangan sinis terhadap kopi yang saya buat. Dan saya suka, sangat menyukai ekspresinya yang seperti itu. Pandangan yang sinis tapi lucu, bukan sinis yang menggambarkan kemarahan tapi ah, saya tidak dapat mengungkapkannya dengan kekata. Sayang, dia tidak datang hari ini, kemarin ataupun esok lusa. Dan saya hanya bisa menelan ludah dengan pasrah.
Tidak terasa saya sudah menghabiskan setengah cangkir coffee cream favorit saya ini, hujan belum berhenti, dan saya masih berdiri melihat ke luar jendela. Sendiri, tanpa dia.
Andai saja semua baik-baik saja, mungkin masih ada cerita antara hujan, kopi dan Dia.


#Yogyakarta, 4 November 2011, 14.53
*saat hujan kembali mendatangi tanah jogja :)

Jumat, 28 Oktober 2011

Mimpi Sabtu Pagi

setiap saya bangun pagi, seperti biasanya saya mencoba mengingat adegan-adegan yang saya lihat dalam tidur saya.. well, karena semalam saya tidur sangat larut sekali karena tetangga-tetangga kamar yang numpang ngerumpi di kamar saya, so, ketika alarm saya berbunyi pukul 4, dengan enggan saya meraih handphone saya dengan mata terpejam, menelpon seseorang lalu tidak sadar saya kembali ke dalam unconsiousness. T-i-d-u-r, yang lebih tepatnya tertidur, pulas, sangat pulas.. dan setelah itu adegan dimulai,
    saya tidak begitu ingat dengan siapa saya pergi,entah dengan satu atau dua orang teman saya, tiba-tiba saya ada disuatu tempat. rumah tua yang terbuat dari kayu dengan kusen berwarna hijau tua, terlihat biasa saja. tidak lapuk dan tidak juga bagus. warna dinding kayunya putih agak kusam. di depannya terlihat wanita paruh baya yang sedang bediri di atas kolam, kakinya masuk ke dalam air. saya tidak begitu ingat dengan apa yang saya dan teman saya bicarakan dengannya. yang dapat saya lihat isi kolam tersebut adalah ikan, ikan mas berwarna orange keemasan. lalu tiba-tiba muncul seorang kakek dengan pakaian agak koyak berwarna abu-abu, dengan rambut abu-abu berwarna gondrong pula, ia tidak mengeluarkan sepatah katapun, ia berjalan di atas kolam tersebut layaknya berjalan di atas es, istilahnya napak. saya melihat adegan tersebut dengan takjub. setelah berjalan beberapa langkah, kakek tersebut lalu menenggelamkan dirinya secara perlahan ke dalam kolam tersebut, lalu perlahan menghilang.
*honestly, saya merinding lho waktu nulis ini >___<*
ini adalah mimpi kedua yang menurut saya sangat penuh dengan simbol-simbol yang bermakna dan agak horror, kurang lebih setahun yang lalu saya pernah bemimpi yang adegannya itu tiba-tiba muncul hanya dalam mimpi saja tanpa saya tahu sebelumnya. oke, adegannya seperti ini,
   saya dan keluarga saya berada di sebuah rumah sakit, entah rumah sakit mana, saya tidak begitu mengenal tempatnya. almarhum nenek saya, berada di kursi roda. saya mendorong kursi roda tersebut dan berkeliling mencari sebuah ruangan, entah ruangan apa yang kami cari, kami pun tidak tahu. lalu kami tiba di suatu tempat yang asing, aneh, dan horror (menurut saya). terlihat di atas kami seperti ada sebuah sangkar burung yang amat sangat besar. ada tangga dan ada lift penggerek sangkar tersebut. kami pun berada pada tempat paling puncak dimana sangkar burung raksasa itu berada, di tempat tersebut seperti ruangan bersekat-sekat dan berjeruji yang di dalamnya terdapat orang-orang yang sakit (saya rasa orang-orang tersebut terkena gangguan kejiwaan), seperti sebuah tempat pengasingan. yang saya herankan adalah diri saya sendiri, dalam kehidupan nyata saya adalah perempuan berkerudung yang tidak mau dan tidak suka berbuasana minim, tapi dalam adegan tersebut saya memakai rok pendek. setelah itu, almarhum nenek saya dimasukkan ke sangkar burung raksasa itu dan dinaikkan lalu diturunkan seketika, begitu seterusnya. kami berteriak, menangis, saya sangaaat merasakan bagaimana sakitnya melihat keluarga kita seperti disiksa. air mata saya menetes, dan itu nyata. ketika saya bangun saya menemukan air mata saya sedang mengalir di pipi saya. it's so amazing! dan yang paling saya ingat adalah nama tempat "pengasingan" tersebut adalah CONSTANTINE. saya tidak tahu dengan jelas apa itu Constantine, yang saya tahu Constantine itu ada hubungannya dengan romawi kuno. 
anyway, setelah baru saja saya cari tahu, ternyata Constantine itu sebuah film yang menceritakan tentang kisah supranatural dan berbau-bau katholik... hmmm... menurut saya sih horror banget... sampai saat ini saya belum bisa menerjemahkan apa makna dibalik adegan-adegan itu, (ada yang mau bantu????)

#adakah yang udah nonton film Constantine ini?????

kata wikipedia :
Constantine adalah film Amerika Serikat tahun 2005 yang berdasarkan buku komik Hellblazer, dengan beberapa elemen cerita diambil dari "Dangerous Habits" (nomor 41-46). Film ini dirilis pada tanggal 8 Februari 2005 di Hong Kong, dan pada tanggal 18 Februari 2005 di Amerika Serikat dan Kanada.

Aktor

Aktor Peran
Keanu Reeves John Constantine
Rachel Weisz Angela Dodson
Isabel Dodson
Shia LaBeouf Chaz Kramer
Djimon Hounsou Papa Midnite
Max Baker Beeman
Pruitt Taylor Vince Father Hennessy
Gavin Rossdale Balthazar
Tilda Swinton Gabriel
Peter Stormare Satan
Nicholas Downs Church Attendant
Jesse Ramirez Scavenger
Larry Cedar Vermin Man
Jhoanna Trias Wanita kesurupan
Laz Alonso Williams